Saturday, November 14, 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Beberapa perusahaan sama sekali tidak mempunyai masalah penentuan harga. Perusahaan ini memproduksi produk yang bersaing dengan produk lain yang sejenis yang telah mempunyai harga pasar. Langganan tidak akan membayar melebihi harga ini, dan tidak ada alasan bagi perusahaan untuk menetapkan harga lebih murah dari harga pasar tersebut. Dalam keadaan seperti ini, perhitungan harga tidak diperlukan. Harga yang ditetapkan setiap perusahaan apapun yang sedang memasuki pasar langsung dapat diterima. Sebagian besar, produk pertanian mengikuti tipe pola ini. Dalam situasi seperti ini, pertanyaan yang timbul bukan berapa harga yang ditetapkan tetapi pertanyaan yang timbul semata-mata adalah berapa jumlah produksi.
Di bab ini kita tertarik situasi yang lebih umum dimana perusahaan dihadapkan pada masalah penentuan harga sendiri, maupun keputusan berapa jumlah produksi. Keputusan penentuan harga dianggap merupakan suatu keputusan tunggal yang lebih penting yang harus diambil seorang manajer. Alasannya, penentuan harga produk sungguh bukan keputusan pemasaran atau keputusan financial, keputusan penentuan harga adalah keputusan yang menyangkut seluruh aspek aktivitas perusahaan, dan akibatnya terhadap perusahaan keseluruhan. Oleh karena itu penentuan harga produk perusahaan sebagian besar menentukan kualitas yang para langganan bersedia membelinya, maka penentuan harga menentukan aliran masuk penghasilan ke dalam perusahaan. Apabila penghasilan ini terus menerus gagal menutup seluruh biaya perusahaan, maka dalam jangka panjang perusahaan tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal ini benar tanpa memperhatikan bagaimana biaya dapat dikendalikan secara seksama atau bagaimana inovatif manajer perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab lainnya.

Biaya merupakan faktor kunci dalam keputusan penentuan harga. Bagaimanapun juga, sebagaimana telah kita lihat, biaya merupakan suatu konsep yang agak tidak menentu dan terkadang sangat membutuhkan pemikiran. Tujuan kita di bab ini adalah melihat beberapa konsep biaya yang dikembangkan di bab-bab awal dan melihat bagaimana konsep ini dapat diterapkan pada keputusan penentuan harga. Bab ini tidak dimaksudkan untuk menjadi penuntun komprehensif penentuan harga, bab ini bertujuan memadukan konsep biaya yang sudah kita kenal ke dalam kerangka kerja penentuan harga umum.

B.PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dan latar belakang yang disampaikan penulis, penulis ingin mengevaluasi keputusan perusahaan dalam penentuan harga.

C.TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan perumusan masalah tersebut penulis ingin mengetahui kelebihan dan kelemahan dari metode-metode penentuan harga, baik menggunakan metode penyerapan maupun menggunakan metode pendekatan kontribusi.

D.MANFAAT PENELITIAN
1.Manfaat Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi suatu perusahaan untuk dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan dalam penentuan harga suatu produk yang diproduksinya.
2.Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan menambah pengetahuan tentang metode-metode yang digunakan dalam penentuan harga.

BAB II
PEMBAHASAN

PENENTUAN HARGA PRODUK DAN JASA

A. ANGKA KERJA EKONOMI UNTUK PENENTUAN HARGA
Sebagian besar teori mikroekonomi dicurahkan pada masalah penentuan harga. Agar dapat menentukan kerangka kerja bagi keputusan penentuan harga, maka akan membantu apabila kita mengkaji ulang konsep teori ekonomi ini. Kaji ulang ini juga akan membantu menunjukkan hubungan antara model-model yang terlihat dalam teori mikroekonomi dengan konsep analisis tambahan yang sudah dibahas di beberapa bab sebelumnya.

1. Kurva Total Penghasilan dan Kurva Total Biaya
Teori mikroekonomi menyatakan bahwa harga terbaik bagi suatu produk adalah harga yang memaksimumkan selisih antara total penghasilan dengan total biaya. Model ini didasarkan pada sejumlah anggapan. Ekonom menganggap, pertama, tidak mungkin menjual produk dalam jumlah yang tak terbatas dengan harga jual yang sama. Apabila produk dapat dijual dalam jumlah yang tak terbatas dengan harga jual yang sama, maka kurva total penghasilan akan tampak sebagai suatu garis lurus, yang berawal dari titik orijin grafik.
Oleh karena itu ekonom menganggap bahwa penurunan harga akan diperlukan untuk menjual satuan produk lebih banyak, maka kurva total penghasilan tampak naik dengan tingkat harga yang menurun kalau kuantitas penjualan naik. Jadi, kalau harga diturunkan untuk mendorong penjualan lebih banyak, maka total penghasilan akan terus naik untuk setiap satu satuan yang terjual, tetapi tingkat kenaikan ini akan mulai turun. Apabila harga semakin diturunkan, maka kenaikan total penghasilan akan terus turun, sebagaimana dilukiskan oleh kecenderungan kurva total penghasilan yang mendatar pada peragaan tersebut.
Kurva total biaya yang menganggap bahwa biaya pembuatan satuan produk tambahan tidak konstan, tetapi meningkat sejalan dengan usaha-usaha yang dilakukan untuk semakin menekan produksi diluar seperangkat fasilitas produkstif tertentu. Sepanjang tingkat kenaikan ini lebih kecil dibanding tingkat kenaikan total penghasilan, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan melalui pembuatan dan penjualan satuan produk dalam jumlah yang lebih banyak. Bagaimanapun juga, tingkat kenaikan total biaya akan menjadi sama dengan tingkat kenaikan total penghasilan. Jadi, dua garis akan menjadi sejajar satu sama lain. Di saat seperti ini kenaikan total biaya pembuatan dan penjualan satu satuan produk lagi tepat sama dengan kenaikan total penghasilan dari satuan produk tersebut, dan pembuatan dan penjualannya tidak menghasilkan tambahan total keuntungan perusahaan. Hal ini ditunjukkan dalam grafik sebagai kuantitas Qo, yang menggambarkan volume produksi dan penjualan yang optimum bagi perusahaan.
Pada volume Qo, selisih antara total penghasilan dengan total biaya adalah maksimum. Apabila kita bergerak ke kanan volume Qo, total biaya naik lebih cepat dibanding total penghasilan, dan oleh karenanya total keuntungan akan turun. Apabila kita bergerak ke kiri volume Qo, total penghasilan naik lebih cepat dibanding total biaya, dan perusahaan dapat untung dengan memperluas lebih lanjut keuarannya sampai tingkat aktivitas Qo. Pendek kata, Qo menunjukkan volume penjualan yang optimum bagi perusahaan, dan harga yang tepat untuk dibebankan adalah harga yang akan memperkenankan perusahaan menjual pada tingkat volume satuan tersebut.

2. Kurva Penghasilan Marjinal dan Kurva Biaya Marjinal
Konsep yang sama ini dapat ditunjukkan dari segi penghasilan marjinal dan biaya marjinal. Penghasilan marjinal dapat didefinisikan sebagai tambahan total penghasilan akibat penjualan satu satuan produk tambahan. Biaya marjinal dapat didefinisikan sebagai tambahan total biaya akibat pembuatan dan penjualan satu satuan produk tambahan.
Jadi, kurva penghasilan marjinal dan kurva biaya marjinal diperoleh melalui pengukuran tingkat perubahan total penghasilan dan total biaya pada berbagai tingkat aktivitas, dan menggambar perubahan ini ke dalam bentuk grafik. Oleh karena kurva total penghasilan menggambarkan kenaikan total penghasilan dengan tingkat kenaikan yang menurun, maka kurva penghasilan marjinal miring atau turun ke kanan. Dan oleh karena kurva total biaya menggambarkan total biaya yang mula-mula naik dengan tingkat kenaikan yang menurun, kemudian agak lurus, dan selanjutnya naik dengan tingkat kenaikan yang naik, maka kurva biaya marjinal menurut ekonom pada dasarnya sama seperti tambahan (incremental) menurut akuntan.
Harga optimal ditentukan oleh perpotongan antara kurva penghasilan marjinal dengan kurva biaya marjinal. Perpotongan dua kurva tersebut terjadi pada volume Qo. Volume Qo ini sama dengan volume yang ditunjukkan sebelumnya, yang menggambarkan titik maksimum selisih antara total penghasilan dengan total biaya. Pada volume Qo, setiap satuan yang dijual harus dibebani dengan harga Po.

3. Elastisitas Permintaan
Elastisitas harga produk merupakan suatu konsep penting dalam setiap keputusan penentuan harga. Elastisitas harga mengukur derajat pengaruh perubahan harga per satuan terhadap volume penjualan. Permintaan produk dikatakan elastis harga apabila perubahan harga berpengaruh besar terhadap volume penjualan. Sarana merupakan contoh yang baik suatu produk yang cenderung inelastis harga. Kenaikan atau penurunan harga garam kemungkinan sedikit atau tidak berpengaruh terhadap jumlah garam selama dijual selama tahun tertentu.
Apakah permintaan terhadap suatu produk cenderung elastis harga ataukah inelastis harga dapat menjadi faktor rawan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut perubahan harga. Masalahnya adalah bahwa pengukuran derajat elastisitas harga merupakan suatu hal yang sangat sulit ditentukan. Merupakan satu persoalan untuk mengamati secara umum bahwa suatu produk tertentu cenderung menjadi elastis harga, dan merupakan persoalan yang lain untuk menentukan secara tepat derajat elastisitas tersebut, yaitu menentukan berapakah perubahan harga khusus. Sekalipun demikian, sebenarnya ini merupakan jenis informasi yang dibutuhkan manajer dalam pengambilan keputusan penentuan harga, dan jenis informasi yang diusahakan diperoleh manajer melalui program penelitian pemasaran yang direncanakan secara seksama.
Keputusan penentuan harga lebih lanjut dipersulit oleh kenyataan bahwa elastisitas silang sering ada dalam permintaan produk tertentu. Elastisitas silang mengukur derajat pengaruh perubahan harga produk pengganti terhadap permintaan suatu produk.
Contoh, kalau harga pipa berlapis seng naik, konsumen akan beralih ke pipa plastik. Salah satu masalah pengukuran elastisitas silang adalah usaha mencoba mengidentifikasi pengganti suatu produk tertentu dan kesediaan konsumen menerima produk pengganti yang menggantikan produk itu sendiri. Meskipun masalah tipe ini sering sulit dikuantifikasi, tetapi konsep elastisitas silang permintaan merupakan konsep penting dan tidak dapat dikesampingkan dalam keputusan penentuan harga.

4. Keterbatasan Model Umum
Meskipun model di atas melakukan tugas dengan baik dalam menunjukkan bagan umum pendekatan keuntungan tambahan dalam penentuan harga, tetapi model-model tersebut harus dipandang hanya sebagai pedoman konseptual yang luas dalam keputusan penentuan harga. Ada beberapa alasan mengapa harus demikian. Pertama, data biaya dan data penghasilan yang tersedia bagi manajer pada umumnya hanya cukup memberikan perkiraan kasar tentang bentuk berbagai kurva biaya dan kurva penghasilan yang terlukis dalam model. Kalau metode pengukuran kita diperbaiki dan disempurnakan di tahun-tahun mendatang, maka situasi ini dapat berubah, tetapi pada saat ini para manajer biasanya hanya mempunyai gagasan umum mengenai bentuk kurva permintaan yang sedang mereka hadapi.
Kedua, model-model ini dapat diterapkan secara langsung hanya dalam kondisi persaingan monopoli (tidak ada produk yang bersaing secara langsung dalam pasar) dan dalam kondisi persaingan monopolistic (ada beberapa penjual produk serupa, tak seorang penjualpun yang mempunyai bagian cukup besar atas bagian pasar penjual lain sehinga mampu melihat akibat keputusan penentuan harganya terhadap penjualannya). Model-model ini tidak diterapkan pada kondisi yang terletak di antara dua kondisi ekstra ini, yaitu situasi pasar yang berkarakteristik oligopoly (sedikit penjual besar yang bersaing langsung dengan penjual besar lainnya). Alasannya, model-model ini tidak memungkinkan perusahaan yang bersaing mengambil keputusan penentuan harga balasan, dan penentuan harga balasan merupakan karateristik utama industri oligopolistik.
Keterbatasan ketiga model umum ini timbul dari kenyataan bahwa harga sungguh merupakan satu unsur pemasaran produk. Beberapa faktor harus dipertimbangkan juga Karena dapat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah satuan produk yang dapat dijual dengan harga tertentu. Di antara faktor-faktor ini dapat berupa strategi promosional, desain produk, intensitas upaya penjualan, dan pemilihan distribusi.
Keterbatasan terakhir model umum ini adalah bahwa meskipun perusahaan bisnis mempunyai pengetahuan yang tepat mengenai bentuk kurva permintaannya, tetapi kita tidak menganggap secara otomatis bahwa perusahaan bisnis ini akan menentukan harga menurut suatu cara yang memaksimumkan keuntungan. Tampaknya, daripada berusaha memaksimumkan keuntungan, beberapa perusahaan hanya berusaha memperoleh keuntungan yang “memuaskan” bagi perusahaan. Perusahaan ini berpikir dari segi pengembalian investasi yang layak yang telah diperolehnya dan berusaha keras menentukan harga menurut suatu cara sedemikian rupa sehingga memperoleh pengembalian tersebut. Konsep keuntungan yang “memuaskan” melandasi beberapa perusahaan bisnis besar saat ini.
Meskipun keterbatasan yang dibahas di atas merintangi penggunaan langsung model-model penentuan harga ekonomi dalam pengambilan keputusan penentuan harga, namun model-model ini sangat berguna dalam memberikan kerangka kerja umum kepada para penentu harga yang harus bekerja dengan kerangka kerja umum tersebut. Model-model umum ini menyatakan masalah penentuan harga dari segi konseptual, dan merupakan titik tolak bagi setiap pengambilan keputusan penentuan harga.

B. PENENTUAN HARGA POKOK STANDAR
Tidak seluruh keputusan penentuan harga didekati dengan cara yang sama. Beberapa keputusan penentuan harga menyangkut penentuan harga produk standar yang dijual ke pelanggan dalam menjalankan aktivitas bisnis sehari-hari. Keputusan penentuan harga lainnya menyangkut penentuan harga yang lainnya lagi menyangkut penentuan harga produk khusus yang diproduksi dalam upaya memanfaatkan kapasitas produktif yang belum dimanfaatkan. Di seksi ini kita mempertimbangkan penentuan harga produk standar. Berbagai tipe penentuan harga pesanan khusus ditangguhkan sampai seksi berikutnya.

1. Rumus Penentuan Harga Cost-plus
Dalam menentukan harga produk standar, konsep terpenting adalah mengikuti bahwa harga jual, dalam jangka panjang harus cukup menutup seluruh biaya produksi, biaya administrasi, dan biaya penjualan, baik yang bersifat tetap maupun yang bersifat variable, serta memberikan hasil yang layak atas investasi pemegang saham, apabila perusahaan ingin hidup dan berkembang. Hal ini sering dilalaikan oleh beberapa orang yang berantusias dalam menentukan harga yang rupa-rupanya secara tidak langsung telah menyatakan dalam karya tulisnya bahwa setiap harga di atas biaya variable atau biaya tambahan merupakan harga yang dapat diterima untuk setiap produk dalam setiap keadaan.
Dalam penentuan harga jangka panjang yang normal atas produk standar, seluruh biaya adalah relevan dalam keputusan penentuan harga dan harus dipertimbangkan secara tegas oleh penentu harga apabila sasaran laba jangka panjang ingin tercapai. Ini berarti bahwa sebagian biaya tetap (sekalipun biaya tetap ini merupakan biaya terbenam) harus dipertimbangkan bersama-sama dengan biaya variable, dan bahwa biaya administrasi dan biaya penjualan harus dipertimbangkan besama dengan biaya produksi ketika harga ditentukan.
Pendekatan yang paling umum dalam penentuan harga produk standar adalah pendekatan yang menggunakan berberapa tipe rumus penentu harga cost-plus. Pendekatan ini menghitung pokok “biaya” dan selanjutnya pokok ini ditambah beberapa markup yang sudah ditentukan sebelumnya sehingga diperoleh tarjet harga jual. Kata “cost” dalam cost-plus ini didefinisikan sesuai metode yang digunakan dalam menentukan satuan harga pokok produk. Di bab 3 dan 7 kita menjumpai bahwa satuan harga pokok produk dapat ditentukan dengan dua cara yang berbeda, yaitu dengan pendekatan penyerapan sepenuhnya (absorption approach) atau dengan pendekatan kontribusi (direct costing). Kedua metode penentuan harga pokok tersebut kita pertimbangkan berikut ini, masing-masing pendekatan kita gunakan dalam penentuan harga cost-plus produk standar.

2. Pendekatan Penyerapan
Dalam penentuan harga cost-plus di bawah pendekatan penyerapan, pokok biaya didefinisikan sebagai biaya pembuatan satu satuan produk. Biaya penjualan dan biaya administrasi tidak dimasukkan ke dalam pokok biaya ini, tetapi dipertimbangkan melalui markup yang akan ditambahkan dalam menentukan tarjet harga jual. Jadi, markup harus cukup tinggi untuk menutup biaya ini maupun untuk memberi perusahaan dengan marjin laba yang “memuaskan”.
Langkah pertama adalah menghitung biaya penuh pembuatan satu satuan produk. Sekali biaya penuh ini ditentukan, biaya penuh ini akan menjadi dasar dalam rumus penentuan harga cost plus yang dapat ditambah dengan markup yang dikehendaki.
Sebagai contoh, Perusahaan The Ritter Company, biaya pembuatan satu satuan produk adalah Rp 20. Dengan beranggapan bahwa agar dapat menentukan tarjet harga jual, Perusahaan The Ritter Company mempunyai kebijakan umum yaitu menambah markup sebesar lima puluh persen biaya produksi. Lembaran penentuan harga yang disusun perusahaan sebagai berikut.

Bahan baku langsung Rp 5
Tenaga kerja langsung Rp 4
Overhead 275% biaya tenaga kerja langsung Rp 11
Total biaya produksi Rp 20
Markup untuk menutup biaya penjualan dan
Administrasi dan keuntungan yang dikehendaki
50% biaya produksi Rp 10
Tarjet harga jual Rp 30

Sebagaimana ditunjukkan dalam contoh di atas, meskipun pendekatan penentuan harga ini disebut cost-plus, namun biaya yang bersangkutan dimasukkan ke dalam rumus di bagian plus atau di bagian markup. Biaya yang dimasukkan ini adalah biaya yang berkaitan dengan aktivitas penjualan dan aktivitas administrasi. Biaya ini dapat dirinci secara terpisah dan ditambahkan pada pokok biaya bersama-sama dengan biaya produksi, tetapi hal seperti ini jarang dilakukan dalam praktek sesungguhnya. Alasannya terpusat pada kesulitan yang akan timbul dalam melakukan alokasi yang diperlukan di antara berbagai produk perusahaan. Misal, gaji pimpinan perusahaan akan menjadi biaya bersama di antara seluruh produk. Akan menjadi tugas yang sulit kalau mencoba alokasi gaji pimpinan perusahaan menurut cara yang bermanfaat ke berbagai produk tersebut. Sebagian besar perusahaan merasa bahwa biaya penjualan dan biaya administrasi dapat dimasukkan secukupnya ke dalam harga jual tarjet semata-mata dengan memperbesar markup atas harga pokok produksi sedemikian rupa sehingga mencakup biaya penjualan dan biaya administrasi maupun mencakup pula keuntungan yang dikehendaki. Sudah tentu hal ini berarti bahwa markup sudan cukup memadai untuk menutup segala sesuatu yang diperlukan harus ditutup.

3. Pendekatan Kontribusi
Penentuan harga cost-plus dengan pendekatan kontribusi berbeda dari pendekatan penyerapan dalam hal bahwa pendekatan kontribusi menekankan biaya menurut perilakunya daripada menekankan biaya menurut fungsinya. Dengan demikian, berdasarkan pendekatan kontribusi, pokok biaya terdiri dari biaya variable suatu produk daripada terdiri dari harga pokok produksi produk. Termasuk dalam pokok biaya ini adalah biaya penjualan variable dan biaya administrasi variable maupun biaya overhead pabrik variable. Oleh karena tidak ada unsur biaya tetap yang dimasukkan ke dalam pokok biaya, maka markup yang ditambahkan harus cukup menutup biaya tetap maupun memberikan keuntungan per satuan yang dikehendaki.
Sebagai contoh, mengacu kembali ke data biaya Perusahan The Ritter Company, pokok biaya yang digunakan dalam penentuan harga cost-plus berdasarkan pendekatan kontribusi akan menjadi sebesar Rp 15. Dengan beranggapan bahwa The Ritter Company merasa markup 100% dari biaya variable sudah cukup menutup biaya tetap yang dapat dialokasikan dan memberikan keuntungan per satuan yang dikehendaki. Lembaran penentuan harga yang disusun sebagai berikut.

Bahan baku langsung Rp 5
Tenaga kerja langsung Rp 4
Overhead variabel Rp 4
Biaya penjualan dan administrasi variable Rp 2
Total biaya produksi Rp 20
Markup untuk menutup biaya penjualan dan
Administrasi dan keuntungan yang dikehendaki
50% biaya produksi Rp 10
Tarjet harga jual Rp 30

Perhatikan lagi, meskipun metode penentuan harga ini disebut penentuan harga cost-plus, tetapi sebagian biaya dimasukkan ke dalam rumus di bagian plus atau markup. Bagaimanapun juga, dalam hal ini biaya yang dimasukkan tersebut adalah biaya tetap daripada biaya penjualan dan biaya administrasi. Lagi-lagi, alasan tidak memasukkan biaya tetap ke dalam pokok biaya dapat ditelusuri ke waktu dan kesulitan yang akan timbul dalam usaha alokasi. Praktisnya, tidak ada cara yang layak untuk mengalokasikan beberapa biaya tetap bersama. Setiap usaha mengalokasi biaya tetap bersama dapat menghasilkan data biaya yang kurang bermanfaat untuk penentuan harga. Di samping itu, beberapa pemakai pendekatan kontribusi untuk penentuan harga berpendapat bahwa mempertahankan pokok biaya terbebas dari unsur biaya tetap mempermudah penentuan harga dalam keadaan khusus dan luar biasa.

4. Penentuan Persentase Markup
Jelas sekali bahwa unsur yang paling kritis dalam rumus penentuan harga cost-plus adalah persentase markup yang ditambahkan pada pokok biaya. Kita mengetahui bahwa berdasarkan kedua pendekatan, penyerapan maupun kontribusi, beberapa unsur biaya dimasukkan ke dalam bilangan markup. Ini berarti bahwa markup harus cukup untuk menutup biaya tersebut, maupun memberikan hasil yang memuaskan atas aktiva yang digunakan, apabila sasaran laba jangka panjang ingin tercapai. Bagaimana manajer dapat menentukan persentase markup yang “tepat” yang akan digunakan untuk penentuan tarjet harga jual? Markup yang dipilih merupakan fungsi sejumlah variable, salah satunya adalah hasil investasi yang dikehendaki perusahaan (ROI).
ROI digunakan secara luas oleh perusahaan sebagai dasar penentuan markup yang layak. Pendekatannya adalah menentukan bilangan ROI tarjet dan selanjutnya menentukan markup sedemikain rupa sehingga bilangan tarjet ini tercapai. Ada suatu rumus yang digunakan untuk menentukan persentase markup yang tepat, dengan ditentukannya bilangan ROI yang ingin diperoleh manajemen organisasi. Dengan anggapan menggunakan pendekatan penyerapan dalam penentuan harga pokok, maka rumusnya sebagai berikut.

Persentase Markup = Hasil yang dikehendaki atas aktiva yang digunakan +
biaya penjualan dan administrasi : Volume dalam satuan X biaya produksi per satuan

Apabila dalam penentuan harga pokok digunakan pendekatan kontribusi, maka rumusnya menjadi sebagai berikut.

Persentase Markup = Hasil yang dikehendaki atas aktiva yang digunakan + biaya tetap : Volume dalam satuan X biaya variable per satuan

Di samping untuk menentukan persentase markup yang diperlukan untuk memenuhi tarjet harga jual, rumus ini mempunyai kegunaan kedua. Rumus tersebut dapat digunakan dalam bentuk ringkasan untuk menentukan markup dari laporan rugi laba perusahaan yang diterapkan pada produknya. Apabila laporan rugi laba perusahaan disusun menurut bentuk fungsional (yang berarti menggunakan penentuan harga pokok penyerapan), maka rumus yang digunakan untuk menentukan markup yang diterapkan pada produk adalah:

Persentase Markup = Marjin Bruto : Harga Pokok Penjualan

Apabila laporan rugi laba disusun dalam bentuk kontribusi, maka rumusnya adalah:

Persentase Markup = Marjin Kontribusi : Biaya Variabel

Untuk menunjukkan bagaimana penerapan rumus dasar di atas, misalkan Hart Company menentukan bahwa investasi sebesar Rp 2.000.000,00 diperlukan untuk memproduksi dan memasarkan 50.000 satuan produk X setiap tahun. Investasi Rp 2.000.000,00 ini akan menutup pembelian ekuipmen dan menyediakan dana yang diperlukan untuk mengelola persediaan dan piutang dagang. Departemen akuntansi perusahaan menaksir bahwa harga pokok untuk memporduksi satu satuan produk X pada tingkat kapasitas 50.000 satuan akan sebesar Rp 30,00 dan biaya penjualan dan administrasi yang menyangkut produk X akan berjumlah Rp 700.000,00 per tahun. Apabila Hart Company menghendaki ROI 25 persen, maka dengan menggunakan rumus (1) di atas, besarnya markup yang diperlukan untuk produk X akan menjadi:

Persentase Markup = Hasil yang dikehendaki atas aktiva yang digunakan +
biaya penjualan dan administrasi : Volume dalam satuan X HPP per satuan

Persentase Markup = (25% X Rp 2.000.000) + Rp 700.000 : 50.000 satuan X Rp 30

Persentase Markup = Rp 1.200.000 : Rp 1.500.000 = 80%

Dengan menggunakan persentase markup ini, harga jual satu satuan produk X akan menjadi sebesar Rp 54,00 :
Harga pokok produksi = Rp 30,00
Ditambah markup 80% X Rp 30,00 = Rp 24,00
Tarjet harga jual = Rp 54,00

Sudah kita nyatakan sebelumnya bahwa rumus markup dalam bentuk ringkasan dapat digunakan untuk menentukan markup dari laporan rugi laba perusahaan. Dengan menggunakan data dari laporan rugi laba ini seorang pemakainya dengan cepat dapat menentukan bahwa perusahaan menambah markup 90% pada produk sebagai berikut.

Persentase Markup = Marjin Bruto : Harga Pokok Penjualan
Persentase Markup = Rp 1.200.000 : Rp 1.500.000
Persentase Markup = 80%

Sebagai kesimpulan dalam contoh-contoh kita, kita telah memfokuskan pada rumus (1) dan 1(a). Rumus (2) dan (2a) diterapkan dengan cara yang sama, terkecuali bahwa rumus ini digunakan apabila manajer lebih senang mendasarkan markup pada biaya variable dan menggunakan pendekatan kontribusi dalam penyusunan laporan rugi laba.

C. PENENTUAN HARGA PRODUK BARU
Produk baru lebih mudah menimbulkan berbagai masalah penentuan harga yang menarik, dengan alasan semakin besar ketidakpasitian yang terlibat di dalamnya. Apabila suatu produk baru itu tidak seperti produk-produk yang sudah ada di pasar, maka permintaan terhadap produk ini akan menjadi tidak menentu. Apabila produk baru ini serupa dengan produk yang ada yang telah dijual, maka ketidakpasitian akan ada sehubungan dengan tingkat substitusi yang akan berkembang antara produk baru dan produk yang sudah ada. Ketidakpastian juga akan ada atas biaya pemasaran akhir, dan lain sebagainya. Agar dapat mengurangi tingkat ketidakpastian ini, perusahaan seringkali akan memanfaatkan beberapa tipe eksperimental atau uji pasar.

1. Uji Pemasaran Produk
Beberapa perusahaan menggunakan uji pasar dengan sangat berhasil dalam usaha mendapatkan data yang menyangkut keputusan penentuan harga. Pendekatan uji pasar adalah memperkenalkan produk baru hanya di daerah pilihan, yang umumnya dengan harga yang berbeda untuk masing-masing daerah yang berbeda. Dengan cara ini perusahaan dapat menghimpun data mengenai persaingan produk yang akan dihadapi, mengenai hubungan antara volume dan harga, dan mengenai sumbangan pada laba yang dapat diharapkan pada berbagai harga jual dan berbagai volume penjualan. Selanjutnya, harga dapat dipilih yang akan memberikan sumbangan keseluruhan terbesar pada laba, atau yang rupa-rupanya paling baik dalam hubungannya dengan sasaran jangka panjang perusahaan.
Memang, uji pasar tidak sama seperti produksi berskala penuh dan pemasaran produk, tetapi uji pasar dapat memberikan informasi yang sangat berguna yang dapat membantu menjamin upaya berskala penuh akan berhasil. Faedah tambahan yang dapat dirasakan adalah bahwa melalui uji pasar dimungkinkan menjaga kesalahan dalam penentuan harga pada skala kecil.

2. Strategi Penentuan Harga
Dalam penentuan harga produk baru, tersedia dua strategi dasar penentuan harga bagi penentu harga. Strategi penentuan harga ini disebut sebagai skimming pricing dan penetration pricing.
Skimming pricing menyangkut penentuan harga produk baru yang mula-mula ditetapkan tinggi dan secara berangsur-angsur diturunkan sambil berjalan dan kalau pasar sudah semakin luas dan mapan. Tujuan skimming pricing adalah memaksimumkan keuntungan jangka pendek. Sesungguhnya skimming pricing merupakan terapan langsung model penentuan harga para ekonom yang baru saja dibahas di atas.
Penetration pricing menyangkut penentuan harga produk baru yang mula-mula ditetapkan rendah agar dapat cepat memperoleh pengakuan di pasar luas. Penetration pricing memerlukan pengorbanan keuntungan jangka pendek agar dapat mencapai posisi pasar jangka panjang yang lebih baik. Apakah perusahaan akan menggunakan strategi skimming pricing ataukah strategi penetration pricing akan tergantung pada apa yang hendak dicapai perusahaan, dan pendekatan nama yang tampaknya menawarkan kemungkinan berhasil lebih besar.
Contoh, beberapa produk baru mempunyai daya tarik tertentu yang lain dari yang lainnya sehingga menyebabkan harga permintaannya menjadi sungguh-sungguh inelastis. Dalam hal ini, mula-mula harga sering ditentukan tinggi dan dipertahankan sampai pesaing mengembangkan produk saingan dan mulailah harga diturunkan. Kalau volume penjualan menjadi lebih sensitive pada harga jual, harga diturunkan secara perlahan sampai mencapai titik dimana harga penetrasi dimungkinkan yang memperkenankan memasuki pasar massa.
Suatu contoh yang baik mengenai tipe strategi skimming pricing ini dapat dijumpai pada pemasaran kalkulator elektronik. Harga kalkulator ukuran tangan mula-mula sekitar $300 di awal tahun 1970-an dan turun menjadi kurang dari $25 selama sekitar tiga tahun, yang akhirnya memperkenankan memasuki pasar sedemikian luas sampai-sampai kalkulator dibeli untuk digunakan dalam keperluan belanja bahan makan setiap minggu. Television set, stereo set, mobil, electronic ovens, dan berberapa produk obat-obatan seluruhnya mengalami periode skimming pricing serupa sebelum harga akhirnya diturunkan pada tingkat penetrasi pasar massa.
Satu argument yang kuat dalam menyetujui skimming pricing adalah bahwa skimming pricing memberikan beberapa perlindungan terhadap biaya-biaya yang tidak diharapkan dalam pembuatan dan pemasaran produk. Apabila harga produk baru ditentukan atas dasar penetrasi dan biaya secara tak terduga ternyata tinggi, maka perusahaan dikemudian hari dipaksa menaikkan harga, suatu hal yang tak mudah dilakukan apabila anda berusaha memperoleh pengakuan pasar yang luas atas produk baru. Di lain pihak, apabila harga mula-mula produk baru ditetapkan atas dasar skimming pricing, maka perusahaan mempunyai dasar perlindungan yang dapat digunakan untuk menyerap biaya yang tidak diharapkan atau kenaikan biaya. Sekalipun dikemudian hari hal ini menyebabkan harga turun menjadi lebih kecil dibanding yang diharapkan, tetapi perusahaan masih akan berada pada posisi yang lebih menguntungkan dalam menurunkan harga daripada menaikkan harga.
Skimming pricing lebih efektif pada pasar yang relatif sulit ditembus karena teknologi atau investasi yang diperlukan. Semakin mudah pasar dimasuki, semakin kecil kemungkinan skimming pricing dapat dijalankan secara sangat efektif, atau setidak-tidaknya untuk jangka waktu yang sangat panjang. Misal, skimming pricing dimungkinkan untuk dijalankan selama beberapa tahun dalam industri komputer dikarenakan teknologi dapat menjadi perintang untuk memasuki pasar. Sebaliknya, belum dapat dipastikan apabila skimming pricing dijadikan suatu faktor dalam memasarkan produk pembersih alat rumah tangga.

D. KEPUTUSAN PENENTUAN HARGA KHUSUS
Ketika dihadapkan pada keputusan penentuan harga, metode penentuan harga yang mananakah yang seharusnya digunakan manajer, pendekatan penyerapan ataukah pendekatan kontribusi? Apabila seluruh keputusan penentuan harga dikaitkan dengan penentuan harga produk standar, maka jawabannya adalah bahwa sesungguhnya tidaklah menjadi masalah metode mana yang digunakan. Kita sudah ditunjukkan bahwa tarjet harga jual yang sama untuk suatu produk standar dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu metode. Pemilihan metode kemungkinan akan tergantung pada metode mana yang telah digunakan untuk penentuan harga pokok satuan-satuan produk. Jika yang berlaku adalah metode penyerapan maka metode ini akan lebih sederhana untuk dilanjutkan dan memanfaatkannya sebagai dasar keputusan penentuan harga jual, sebaliknya akan ada kasus apabila penentuan harga pokok kontribusi yang digunakan.
Tetapi keputusan penentuan harga tidak seluruhnya berkaitan dengan produk standar, atau bahkan dengan produk standar baru yang termasuk dalam kategori umum yang sama. Beberapa keputusan penentuan harga berkaitan dengan situasi khusus atau situasi luar biasa. Misal, perusahaan boleh menerima pesanan besar produk standar tetapi diminta memberikan harga khusus, yaitu harga yang berlaku hanya pada satu saat. Atau pesanan khusus mungkin berasal dari pelanggan luar negeri yang menghendaki harga khusus produk standar berlaku terus sebab pesanan ini menimbulkan bisnis yang belum ada sebelumnya. Perusahaan mempunyai banyak kelebihan kapasitas dan dihadapkan pada masalah penentuan harga produk khusus yang bukan menjadi bagian lini regular dan terbatas produksinya. Akhirnya, perusahaan mungkin dihadapkan pada situasi penawaran yang bersaing dan dipaksa menawarkan berbagai job berbeda, yang beberapa di antaranya kurang lebih akan menjadi usaha kontinyu sedang lainnya akan menjadi usaha sementara.
Semua situasi ini menimbulkan masalah penentuan harga khusus. Beberapa manajer merasa bahwa masalah penentuan harga khusus seperti tersebut di atas kebanyakan dapat ditangani dengan lebih mudah melalui penentuan harga pendekatan kontribusi dibanding melalui penentuan harga pendekatan penyerapan. Ada dua alasan, Pertama, para pendukung pendekatan kontribusi berargumen bahwa pendekatan kontribusi menyediakan banyak informasi yang lebih terinci kepada penentu harga dibanding pendekatan penyerapan, dan informasi ini disusun menurut cara yang sama dengan cara penyusunan informasi yang digunakan dasar berpikir penentu harga, disusun menurut hubungan biaya – volume – laba. Dan kedua, pendekatan kontribusi memberikan kerangka kerja yang fleksibel kepada penentu harga yang dengan segera dapat diterapkan pada setiap masalah penentuan harga, tanpa memerlukan kerja analitis pelengkap.

1. Penentuan Harga Pesanan Khusus
Agar dapat mengilustrasikan daya adaptasi pendekatan kontribusi pada situasi penentuan harga khusus dan untuk menunjukkan bagaimana data pendekatan kontribusi mengarahkan penentu harga dalam keputusan penentuan harga, marilah kita menggunakan lembaran penetapan harga The Helms Company berikut:

Metode Penyerapan:
Bahan baku langsung Rp 6
Tenaga kerja langsung Rp 7
Overhead, 100% tenaga
kerja langsung Rp 7
Total harga pokok produksi Rp 20
Markup 20% Rp 4

Metode Kontribusi:
Bahan baku langsung Rp 6
Tenaga kerja langsung Rp 7
Overhead variable Rp 2
Biaya penjualan dan
administrasi variabel Rp 1
Total biaya variable Rp 16
Markup 50% Rp 8
Tarjet harga jual Rp 24


2. Model Penentuan Harga
Pendekatan kontribusi dalam penentuan harga dapat disajikan dalam bentuk model umum, sebagaimana ditunjukkan sebagai berikut.

Biaya variable (dirinci) xxx (batas bawah)
Biaya tetap xxx (Range)
Keuntungan yang dikehendaki xxx (fleksibilitas)
Tarjet harga jual xxx (batas atas)

Pendekatan kontribusi memberikan batas atas dan batas bawah antara mana penentu harga beroperasi. Batas atas menunjukkan harga yang dikehendaki manajer akan berlaku, dan tentu saja harus berlaku untuk sebagian terbesar penjualan selama jangka panjang. Tetapi di bawah kondisi tertentu, model ini menunjukkan bahwa manajer dapat bergerak turun sepanjang range fleksibilitas sampai mencapai batas bawah biaya variable dalam rangka memberikan harga kepada calon pelanggan.
Di bawah kondisi apa suatu harga yang hanya berdasarkan pada biaya variable dapat menjadi layak? Kita dapat mencatat tiga kondisi, yaitu:
a. Ketika ada kapasitas menganggur, seperti dalam kasus The Helms Company.
b. Ketika beroperasi di bawah kondisi sulit.
c. Ketika dihadapkan pada persaingan yang tajam atas pesanan tertentu di bawah situasi penawaran yang bersaing.
Apabila terdapat salah satu kondisi ini, maka kemungkinan dapat menaikkan rentabilitas keseluruhan melalui penentuan harga beberapa job, produk, atau pesanan dengan jumlah berapapun yang melebihi biaya variable, sekalipun jumlah ini lebih kecil dari markup normal.
Sekarang kita akan membahas masing-masing kondisi dari tiga kondisi khusus yang tersebut di atas secara lebih dekat untuk melihat bagaimana masing-masing kondisi ini berkaitan dengan range fleksibilitas.

3. Kapasitas Menganggur
Tidak perlu memperhatikan range flesibilitas sampai sedemikian jauh kalau perusahaan dapat menjual seluruh produk yang dapat dihasilkan dengan harga regular. Yaitu, tidak ada perusahaan yang akan menjual dengan harga yang lebih rendah dari harga regular jika harga regular dapat dicapai.
Bagaimanapun juga, ada situasi yang berbeda apabila perusahaan mempunyai kapasitas menganggur yang tidak dimanfaatkan untuk memperluas penjualan regular dan harga regular. Di bawah kondisi seperti ini, pemanfaatan kapasitas menganggur untuk keperluan apapun yang dapat menambah penghasilan lebih besar dibanding biaya variable (dan biaya tetap tambahan apapun) akan memperbesar pendapatan netto keseluruhan.
Pemanfaatan kapasitas menganggur ini dapat terjadi dalam bentuk pesanan khusus terhadap produk regular dari seorang pelanggan yang tidak biasa dipasok perusahaan (seperti pasar luar negeri). Atau pemanfaatan kapasitas menganggur ini dapat terjadi dalam bentuk modifikasi ringan terhadap produk regular yang akan dijual dengan menggunakan merk milik pelanggan baru. Kemungkinan lain, pemanfaatan kapasitas menganggur ini dapat terjadi dalam bentuk pesanan khusus terhadap suatu produk yang tidak biasa diproduksi perusahaan. Dalam situasi apapun dari situasi-situasi tersebut, sepanjang harga yang diterima atas bisnis ekstra melebihi biaya variable (dan biaya tetap tambahan apapun) yang bersangkutan, maka penghasilan netto keseluruhan akan meningkat akibat pemanfaatan kapasitas menganggur.
Suatu contoh yang baik mengenai situasi yang sedang kita perbincangkan ini adalah The Helms Company. Perusahaan mempunyai kelebihan kapasitas, dan tidak ada prospek pemanfaatan kelebihan kapasitas untuk bisnis regular. Di bawah kondisi seperti ini, tidak akan terjadi kerugian apapun dengan memberikan harga kepada distributor luar negeri di bawah biaya penuh, atau bahkan harga itu turun lebih mendekati batas bawah biaya variable jika perlu.

4. Kondisi yang Sulit
Kadangkala perusahaan dipaksa beroperasi di bawah kondisi yang sulit ketika pasar produknya dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya tidak menguntungkan. Misal, permintaan yang benar-benar turun dalam waktu sekejap, memaksa perusahaan menurunkan harga secara tajam. Di bawah kondisi seperti ini, kontribusi apapun yang dapat diperoleh di atas biaya variable yang akan tersedia untuk membantu menutup biaya tetap akan lebih baik kalau dibanding menghentikan operasi sama sekali. Apabila operasi berhenti, tidak ada kontribusi apapun yang akan tersedia untuk membantu menutup biaya tetap.

5. Penawar yang Bersaing
Model penentuan harga yang diilustrasikan di atas terutama bermanfaat dalam situasi penawaran yang bersaing. Persaingan penawaran seringkali bersifat padas dan ganas, sehingga perusahaan tidak boleh kaku dalam penentuan harga. Sayangnya, banyak perusahaan dalam situasi penawaran yang bersaing menolak untuk menurunkan harga dalam menghadapi persaingan yang keras, dengan bersikeras menyatakan bahwa harga ditentukan hanya atas dasar “biaya penuh” dan tidak ingin berbisnis kecuali dapat memperoleh harga yang “pantas” untuk melakukan bisnis. Ada beberapa masalah sehubungan dengan pembahasan macam-macam keadaan penentuan harga.
Pertama, kesalahan logika. Apa yang disebut harga yang pantas diperoleh dengan menambahkan beberapa markup ke dalam “biaya penuh”. Tetapi biaya tergantung pada volume penjualan, yang sebaliknya volume penjualan tergantung pada harga jual.
Kedua, sebagaimana dibahas sebelumnya, ada dua faktor penentu rentabilitas, yaitu marjin dan perputaran. Sikap harga yang “pantas” mengabaikan faktor perputaran dan memusatkan keseluruhannya pada faktor marjin. Bagaimanapun juga banyak perusahaan telah membuktikan bahwa marjin yang sedang-sedang saja kalau dikombinasikan dengan perputaran aktiva yang lebih cepat akan lebih efektif dari sudut pandang rentabilitas. Memang, satu cara meningkatkan perputaran adalah memperluwes penawaran melalui harga bayangan dalam situasi dimana terdapat persaingan tajam.
Akhirnya, dalam situasi dimana terdapat biaya tetap yang tinggi, kebijaksanaan perusahaan dalam penentuan harga tidak boleh kaku. Sekali melakukan investasi ke dalam fasilitas pabrik dan fasilitas produktif tetap lainnya, maka strategi perusahaan harus dapat menghasilkan kontribusi yang dapat membantu menutup biaya-biaya tersebut.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Model penentuan harga umum pada ekonom mengandung kerangka kerja dasar untuk keputusan penentuan harga. Oleh karena model ini bersifat pengertian, dan oleh karena informasi khusus yang diperlukan untuk menerapkannya secara langsung jarang tersedia, maka perusahaan biasanya bertumpu pada rumus penentuan harga untuk mengimplementasikan gagasan yang dikandung oleh model tersebut. Keputusan penentuan harga dapat dibagi dalam tiga kelompok umum, sebagai berikut.
1. Penentuan harga produk standar.
2. Penentuan harga produk baru.
3. Penentuan harga pesanan khusus.
Penentuan harga produk standar dan produk baru umumnya diselesaikan melalui rumus penentuan harga cost-plus. Rumus tersebut memerlukan pokok biaya, yang akan ditambah markup untuk mendapatkan tarjet harga jual. Penentuan harga cost-plus dapat diselesaikan sama-sama baiknya dengan menggunakan salah satu pendekatan penyerapan atau pendekatan kontribusi.
Organisasi-organisasi bertipe jasa, seperti bengkel reparasi dan kantor professional, menggunakan metode penentuan harga yang dikenal dengan sebutan time and material pricing (penentuan harga berdasarkan waktu dan bahan baku). Di bawah pendekatan ini, dua tarip penentuan harga ditetapkan, yaitu satu tarip untuk waktu yang dikeluarkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, seperti jam tenaga kerja atau jam mesin, dan satu tarip lainnya untuk bahan baku yang digunakan. Dalam setiap hal, tarip ditentukan sedemikian rupa sehingga meliputi unsur laba maupun biaya langsung tenaga kerja dan biaya langsung bahan baku yang bersangkutan.

B. SARAN
Penentuan harga pesanan khusus agak berbeda dengan penentuan harga produk atau saja dalam hal bahwa pada beberapa situasi biaya penuh tidak boleh dibebankan dalam penetapan harga. Dalam penentuan harga, ada keadaan dimana penentu harga dapat dibenarkan hanya mendasarkan pada biaya variable atau biaya tambahan. Dalam situasi penentuan harga yang khusus seperti ini, penentu harga sering merasa pendekatan kontribusi dengan penekanannya pada perilaku biaya, lebih bermanfaat dibanding pendekatan penyerapan, yang mungkin sangat memerlukan pengolahan kembali data supaya memperoleh informasi yang diperlukan untuk keputusan penentuan harga.


DAFTAR PUSTAKA
Ray H. Gorrison, D.B.A, C.P.A, Managerial Accounting, Edisi ketiga tahun 1982.
AK Group, Akutansi Manajemen, Mutihan No. 154, Wirokerten, Banguntapan, Yogyakarta.
Wikipedia berbahasa Indonesia: http://id.wikipedia.org/wiki/Akutansi Biaya

Baca selengkapnya......